SNPK Meluncurkan Cakupan 34 Provinsi

12/17/2014

Pencegahan Konflik Menjadi Prioritas Kemenko PMK

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) meresmikan dimulainya cakupan nasional Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) di Jakarta, Selasa 2 Desember 2014. SNPK kini memantau insiden kekerasan di seluruh 34 provinsi, setelah sebelumnya memantau 13 provinsi. Data dan analisis SNPK dapat diakses publik melalui www.snpk-indonesia.com. Peresmian cakupan nasional SNPK dilakukan oleh Menko PMK Puan Maharani didampingi oleh Deputi I Bidang Koordinasi Lingkungan Hidup dan Kerawanan Sosial Willem Rampagilei dan Su Yeong Yu dari Kementerian Keuangan dan Strategi Republik Korea selaku mitra. Peresmian SNPK dilanjutkan dengan Seminar Sistem Pemantauan Kekerasan di Asia Tenggara yang diikuti oleh delegasi Thailand, Filipina, Myanmar, Nepal, Timor Leste, dan perwakilan pemerintah dan masyarakat sipil di Indonesia.

Dalam pidato kuncinya, Menko PMK Puan Maharani menyatakan, meskipun Indonesia kini lebih stabil dan sejahtera dibandingkan pada periode awal Reformasi, masih terjadi berbagai insiden konflik kekerasan yang bersifat lokal dan sporadis. Hal ini merupakan tantangan yang perlu diiperhatikan pemerintah karena insiden tersebut menelan korban jiwa yang tidak sedikit setiap tahun. Selain itu, insiden kekerasan dapat mengganggu keharmonisan sosial dan menghambat pembangunan. Kemenko PMK menegaskan, pemerintah menempatkan pencegahan konflik sebagai prioritas, sesuai dengan program Nawa Cita Presiden Joko Widodo yakni “Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara”.

Lebih lanjut Menko PMK menjelaskan SNPK dibangun untuk mencegah konflik secara efektif. SNPK merupakan terobosan sistem informasi yang menyajikan data dan analisis tentang konflik kekerasan di Indonesia. “Tujuan SNPK adalah membantu memetakan pemicu dan intensitas konflik sehingga kita dapat mendeteksi masalah dengan lebih dini dan menyusun respon yang lebih terkoordinasi”, tambahnya. Data SNPK merupakan sumber informasi yang berguna untuk pemerintah dan pihak yang berkepentingan membangun negara menjadi lebih damai dan stabil. “SNPK dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah agar mampu merespon konflik di tingkat lokal dengan lebih baik lagi, oleh kalangan akademisi  untuk mengkaji penyebab-penyebab konflik secara lebih mendalam, dan oleh rekan-rekan masyarakat sipil untuk mendorong perubahan kebijakan dan terciptanya kelembagaan yang lebih responsif. Masyarakat luas juga dapat memanfaatkan SNPK untuk memperoleh informasi secara terbuka mengenai isu konflik dan upaya pemerintah untuk menanganinya,” urai Puan Maharani.

Melalui pembuatan SNPK, Indonesia memelopori upaya untuk mengkaji lebih dalam kaitan antara isu kekerasan dengan pembangunan di Asia Tenggara. Sistem serupa di Filipina dan Thailand adalah contoh di mana sistem pemantauan kekerasan digunakan untuk memantau proses perdamaian. Di Filipina, Bangsamoro Conflict Monitoring System (BCMS) yang didukung Bank Dunia mengumpulkan data konflik di wilayah Mindanau dan sekitarnya. Di Thailand sistem serupa dilaksanakan oleh Deep South Watch (DSW) berafiliasi dengan Universitas Prince of Songkla di Pattani, untuk memantau konflik separatisme di Thailand Selatan. 

Peresmian SNPK dilanjutkan dengan Seminar Pemantauan Kekerasan Asia Tenggara sebagai langkah awal upaya pertukaran pengetahuan tentang sistem pemantauan kekerasan di kawasan tersebut. Kemenko PMK merasa terhormat dapat berpartisipasi dalam kegiatan ini dan berterima kasih kepada mitra dari Republik Korea, International Development Research Center (IDRC) Kanada, dan The Asia Foundation. Secara khusus Menko PMK mengapresiasi dukungan Bank Dunia dan Republik Korea melalui Korea Trust Fund for Economic and Peace-building Transitions dalam mengembangkan SNPK.