Overview

Identifikasi dan Pengumpulan Sumber Data
Assessment terhadap sumber surat kabar di provinsi sasaran
Seperti dijelaskan dalam ringkasan metodologi diatas, surat kabar lokal merupakan sumber informasi utama bagi database SNPK, dan sumber-sumber lain juga sering dipergunakan untuk melengkapi atau memverifikasi informasi. Sebelum memilih sumber data di provinsi-provinsi sasaran, assessment kualitatif dilakukan secara lengkap oleh tim yang terlatih. Tim tersebut memetakan seluruh sumber-sumber yang tersedia dan yang telah diterbitkan, baik media maupun non-media. Berdasarkan hasil pemetaan ini, kemudian dipilihlah media dan dimasukan di dalam Daftar Sumber SNPK. Daftar tersebut terdiri dari surat-surat kabar yang terbit di tiap-tiap provinsi sasaran, yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
-
Frekuensi Terbit:
Agar data konsisten sepanjang waktu, maka diutamakan memilih surat kabar yang rutin terbit. Hingga kini, sedapat mungkin SNPK menggunakan sumber media yang terbit harian, meski dalam beberapa kasus, surat kabar mingguan digunakan. Dalam hal sumber media tidak tersedia atau informasi di media tidak akurat misalnya, dalam situasi konflik besar di Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat, maka database mengandalkan informasi non-media seperti laporan LSM, catatan individu, skripsi atau tesis, dan sejenisnya.
-
Cakupan geografis:
Agar data mampu menangkap informasi akurat tentang kejadian-kejadian di seluruh wilayah provinsi sasaran, pilihan media juga mempertimbangkan cakupan geografisnya. Misalnya, di Provinsi Aceh, tim SNPK membandingkan pemberitan dari berbagai sruat kabar dan menyimpulkan bahwa surat kabar di Banda Aceh lebih banyak meliput kejadian di wilatah utara dan tengah provinsi tersebut, tapi kurang meliput wilayah selatan. Wilayah selatan lebih banyak diliput oleh surat kabar dari Medan. Untuk menyiasati hal ini, tim SNPK memutuskan menggunakan 5surat kabar yang berpusat di Banda Aceh dan menambahkan beberapa surat kabar Medan agar informasi terkait Aceh bagian selatan mendapatkan porsi seimbang. Demikian pula, di provinsi-provinsi lain beberapa surat kabar dipilih sekaligus demi mendapatkan liputan yang berimbang
-
Kualitas pemberitaan:
Selama assessment kualitatif dilakukan, tim lapangan mewawancarai editor dan wartawan yang berasal dari berbagai surat kabar, serta staf LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) untuk menilai dan mengetahui apakah media tertentu memiliki reputasi kurang baik karena bias dalam memberitakan isu tertentu. Dari asesmen tersebut diketahui bahwa beberapa surat kabar kadang bias dalam melaporkan kejadian tertentu, misalnya yang menyangkut afiliasi suku atau agama tertentu. Untuk mengatasi kelemahan ini, ada empat hal yang dilakukan yakni:
-
Pertama, sistem koding dibuat netral. Misalnya, bias dapat terjadi karena surat kabar menyebutkan siapa yang memulai kekerasan, pihak mana yang bersalah, dan identitas pelaku atau korban secara detail, meskipun informasi ini belum sepenuhnya sahih. Untuk menghindari bias tersebut, database SNPK tidak mengkoding identitas rinci namun cukup menyebutkan informasi generiknya misalnya, jika ada kerusuhan antarpendukung partai politik, di dalam data akan dikoding sebagai “perselisihan antarpendukung partai politik” tanpa menyebutkan nama partai politik yang terlibat dan tanpa mengkoding siapa yang memulai kerusuhan.
-
Kedua, diputuskan agar di setiap provinsi sasaran beberapa surat kabar sekaligus digunakan sehingga dapat dilakukan cross-check antar surat kabar untuk meminimalkan bias pemberitaan. Misalnya, di Provinsi Papua digunakan 11 surat kabar, dengan maksud apabila ada satu surat kabar yang melaporkan informasi yang bias terhadap kelompok tertentu hal itu akan diperiksa ulang di 10 surat kabar lainnya. Jika tetap ada perbedaan di antara dua kelompok surat kabar tersebut, maka sumber informasi alternatif non-media digunakan.
-
Ketiga, tim pengolah data di Jakarta diberikan pelatihan oleh anggota tim assessment dari masing-masing provinsi sehingga tim pengolah data dapat memahami bias yang sering terjadi, baik bias yang benar-benar terjadi maupun bias menurut pendapat pemangku kepentingan setempat, sehingga koding yang dilakukan dapat terhindari dari bias-bias tersebut.
-
Keempat, dalam hal terjadi insiden besar dan berita di surat-kabar masih simpang siur, kami akan menghubungi tim lapangan untuk melakukan verifikasi dan konfirmasi, selain menggunakan sumber-sumber sekunder untuk mengolah informasi. Secara rutin, media nasional juga digunakan sebagai sumber data untuk mengecek bias-bias dalam pemberitaan surat kabar lokal.
-
-
Kebijakan redaksi:
Dalam melakukan assessment kualitatif, tim kami juga meneliti kebijakan redaksi dari seluruh surat kabar yang masuk dalam daftar SNPK. Anggota tim mewawancarai wartawan dan editor surat kabar untuk mencari tahu:
-
Apa yang menjadi prioritas redaksi dalam pemberitaan kasus-kasus kekerasan?
-
Apa ada kebijakan redaksi untuk melakukan verifikasi fakta dan angka/jumlah yang diberitakan?
-
Berdasarkan assessment ini dipilihkan sumber-sumber surat kabar yang memprioritaskan berita kekerasan baik skala kecil mapun skala besar dan yang menganut kebijakan verifikasi fakta dan angka, terutama ke pihak kepolisian, rumah sakit, dan lainnya, sebelum memuat berita.
Dengan mengacu pada pertimbangan efektifitas biaya terhadap hasil yang diperoleh; maka di dalam satu propinsi, Koran-koran yang dipilih untuk menjadi sumber data, mengacu pada prinsip sebagai berikut :
-
Kombinasi Koran-koran tersebut sekurang-kurangnya memberitakan 90% insiden kekerasan pada provinsi yang bersangkutan.
-
Kombinasi Koran-koran tersebut sekurang-kurangnya memberitakan 95% jumlah total korban meninggal dunia pada provinsi yang bersangkutan
Daftar sumber media dan non-media yang digunakan SNPK
Pengumpulann sumber-sumber media
Sebagian besar media yang menjadi sumber data menyatakan tidak memiliki versi online yang handal. Salah satu sebabnya adalah karena buruknya jaringan listrik dan permasalahan bandwith. Disamping itu ada beberapa surat kabar memiliki versi online namun, tidak secara rutin di-update. Pada tahap awal proses media assessment, tim juga menemukan bahwa berita-berita dalam versi online dalam hal pemberitaannya tidak selengkap versi cetak. Maka, untuk sementara ini sebagian besar surat kabar yang dipilih adalah versi cetak.
Salah satu tantangan terbesar dalam membangun database adalah mengumpulkan surat-surat kabar untuk data base-line yakni data kekerasan dari tahun-tahun terdahulu. Berdasarkan assessment kualitatif tim SNPK, sebagian besar arsip media dapat dicari di perpustakaan, kantor redaksi, atau kantor LSM di daerah. Untuk mengumpulkan arsip kliping tersebut, kami mengirimkan tim ke setiap provinsi sasaran, kemudian kliping yang terkumpul dikirimkan ke Jakarta untuk dikoding. Upaya percobaan ini menemui dua kendala. Pertama, sulit sekali melakukan kendali mutu atas pemilihan arsip-arsip yang dikumpulkan. Kedua, kendala teknis juga sering ditemui, misalnya proses fotokopi arsip sering terganggu oleh matinya listrik hingga berjam-jam.
Untuk menjawab kendala teknis dan kendali mutu tersebut, tim lapangan menerapkan solusi yang inovatif: mereka mengusulkan digitalisasi arsip surat kabar di lapangan dan membawa data dalam format digital ke Jakarta. Proses pengolahan arsip dilakukan terpusat di Jakarta sehingga proses kendali mutu lebih mudah dilakukan. Untuk melakukan kendali mutu dan memudahkan pelacakan data arsip dibuat formulir khusus yang rinci untuk memastikan agar semua arsip difoto dengan kualitas yang baik agar dapat terbaca ketika dikoding. Dukungan dari universitas di daerah, perpustakaan, kantor redaksi, kantor pemerintah dan LSM amat berharga pada tahap ini. Sedangkan Sumber data dari surat kabar dalam tahun berjalan dikumpulkan dengan cara berlangganan bulanan danarsip surat kabar tersebut disimpan dalam bentuk digital.
Hasil dari proses Pengumpulan Data
Produk akhir dari proses digitalisasi sumber media adalah berupa foto dari setiap halaman surat kabar. Foto-foto ini dikelompokkan berdasarkan tanggal, lokasi, dan nama surat kabar agar untuk mempermudah proses pengolahan. Foto yang dihasilkan harus berkualitas dengan resolusi yang tinggi agar setiap data dapat dibaca oleh staf koder yang melakukan koding dengan cara memperbesar tampilan foto (zooming).
Pemilihan Laporan Tentang "Kekerasan" dari Sumber Data
Seperti dijelaskan di bagian Identifikasi dan Pengumpulan Sumber Data, data mentah disimpan dalam bentuk foto digital dan dikirimkan ke Jakarta untuk diproses lebih lanjut. Proses selanjutnya adalah menyeleksi semua berita mengenai insiden kekerasan. Seleksi atas jutaan halaman surat kabar merupakan proses yang penting, yang dilakukan oleh tim data analis yang terlatih. Tim ini bekerja dengan dibantu buku panduan yang dibuat khusus untuk keperluan ini.. .
Bagaimana Berita Kekerasan Terpilih Ditentukan
Setelah menerima arsip digital dari lapangan, tim data analis akan membaca file digital tersebut dalam komputer. Mekanisme memilih artikel secara umum adalah menelusuri masing-masing surat kabar satu demi satu, lihat setiap halaman, baca setiap artikel, dan pilih seluruh artikel yang memberitakan kejadian kekerasan sesuai dengan definisi kekerasan SNPK. Laporan terpilih tersebut terdiri dari dua jenis berita, yaitu: berita utama, yang menggambarkan informasi pertama tentang kejadian kekerasan; dan berita susulan, yang meng-update fakta-fakta dari berita utama, biasanya terbit beberapa hari setelah berita utama. Penting untuk diketahui bahwa laporan kejadian kekerasan hanya dikumpulkan dari provinsi di mana suratkabar lokal tersebut terbit. Contohnya, jika memilih surat kabar Radar Sulteng, maka hanya artikel tentang kekerasan yang terjadi di provinsi Sulawesi Tengah akan dipilih, walaupun surat kabar Radar Sulteng memberitakan kejadian kekerasan di luar wilayah Sulawesi Tengah. Ada dua perkecualian dari prinsip tersebut: Pertama, surat kabar tingkat nasional digunakan untuk mengambil data dari semua wilayah. Kedua, provinsi yang kini dimekar misalnya Papua dan Papua Barat, surat kabar dari keduanya provinsi tersebut digunakan untuk diambil datanya..
Pemilihan laporan kekerasan dari sumber mentah dilakukan atas arsip digital dengan cara meng-croping kliping, dan kemudian menyimpan file dalam bentuk elektronik.
DEFINISI KEKERASAN SNPK
Kekerasan memiliki makna yang luas dan dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan fisik terhadap manusia dan harta benda melalui penyerangan, pemerkosaan, kerusuhan, perkelahian dan seterusnya, pembatasan ruang gerak melalui penculikan, blokade, dan juga yang sifatnya psikologis seperti intimidasi atau teror. Pada studi SNPK definisi kekerasan adalah tindakan-tindakan baik antara individu maupun antara kelompok yang menyebabkan atau dapat menyebabkan dampak fisik terhadap manusia atau harta benda.Kriteria-kriteria untuk menuntukan kekerasan adalah:
-
Tindakan yang menyebabkan atau dapat menyebabkan dampak fisik terhadap manusia atau harta benda:
Tindakan yang menyebabkan dampak secara fisik yaitu korban luka-luka, memar, tewas, diperkosa/dicabuli, bangunan rusak, kaca pecah, rumah hangus dibakar, dan lainnyamasuk dalam definisi kekerasan SNPK. Definis ini berlaku ketika jumlah dari dampak itu jelas, termasuk juga ketika jumlah dampak misalnya, berapa orang cidera, tidak diketahui dengan jelas. Tindakan yang merampas kebebasan individu atau kelompok: Beberapa tindakan tidak secara langsung menyebabkan dampak fisik tetapi secara paksa membatasi kebebasan untuk bergerak. Contohnya, penculikan, di mana satu orang diculik dan dilepaskan setelah membayar tebusan. Bisa jadi korban penculikan tersebut tidak mengalami luka apapapun. Tetapi kejadian seperti ini tetap dihitung sebagai kekerasan.
-
Tindakan kekerasan harus sengaja dan sadar:
Menurut SNPK, satu tindakan merupakan kekerasan hanya kalau dilakukan dengan sengaja dan secara sadar. Dampak fisik yang disebabkan oleh kecelakan (tidak sengaja) atau oleh tindakan orang yang mengalami gangguan jiwa (tidak sadar) tidak masuk dalam definisi kekerasan SNPK.
JENIS BERITA YANG DIPILIH
Artikel surat kabar yang melaporkan pertama kali tentang suatu kejadian kekerasan berdasarkan definisi kekerasan SNPK, tentu akan dikumpul dan di-croping pada saat pemilihan data. Biasanya berita utama ini terbit satu atau dua hari setelah kejadian, namun jika lokasi insiden jauh dan surat kabar lokal tidak memiliki perwakilan di lokasi tersebut, ada kemungkinan berita utama akan terbit beberapa hari kemudian.
Selain artikel-artikel yang menyediakan laporan pertama tentang kejadian kekerasan, berita susulan juga dikumpulkan. Berita susulan ini merupakan artikel-artikel lanjutan yang mengacu pada kejadian yang memberikan informasi tambahan atau reaksi dan komentar dari orang mengenai kejadian yang telah dilaporkan sebelumnya. Artikel-artikel susulan seperti ini harus dipilih karena menyediakan informasi paling muktahir mengenai satu kejadian.
Hasil dari Proses Pemilihan
Setelah proses pemilihan berita utama dan berita susulan tentang kejadian kekerasan sudah dilakukan, hasilnya adalah file-file elektronik berupa kliping. File tersebut disusun menurut nama surat kabar dan tanggal kejadian supaya mudah dicari untuk proses selanjutnya.
Pegelolaan Artikel Terpilih untuk Membentuk "Insiden Kekerasan"
Setelah memilih semua laporan tentang kekerasan di surat kabar, dan menyimpannya di dalam file elektronik seperti dijelaskan dalam bagian Pemilihan Laporan Tentang ‘Kekerasan’ dari Sumber Data, hasilnya adalah kumpulan berita utama dan berita susulan. Tetapi, dalam data mantah tersebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
-
Karena beberapa surat kabar digunakan untuk mengumpulkan informasi dari satu provinsi sasaran, ada kemungkinan besar bahwa satu peristiwa kekerasan dilaporkan oleh masing-masing surat kabar. Disamping itu,, berita susulan sering diterbitkan oleh masing masing surat kabar. Dalam hal ini, perlu ada mekanisme untuk mengabungkan berita-berita yang melaporkan atau menjelaskan kejadian kekerasan yang sama supaya tidak dihitung beberapa kali.
-
Sering terjadi bahwa satu artikel berita dari surat kabar melaporkan beberapa kejadian kekerasan yang tidak terkait. Dalam hal ini penting untuk memisahkan dua kejadian berbeda tersebut supaya tidak dihitung sebagai satu kejadian.
-
Dinamika kekerasan di masing-masing kejadian bisa sangat berbeda. Ada kejadian kekerasan yang kecil, hanya berlangsung beberapa jam, seperti demo rusuh atau bentrokan. Ada kejadian kekerasan yang cukup besar dan bisa berlangsung berhari hari misalnya, kerusuhan pada tahun tahun awal 2000-an yang terjadi di wilayah Maluku. Ada juga, kejadian kekerasan yang sifatnya membalas kejadian sebelumnya yang bisa terjadi selama beberapa hari. Ada lagi, kejadian yang terjadi pada saat yang sama di beberapa wilayah yang berbeda. Jika perhitungan dan pemilihan data hanya berdasarkan informasi mentah dari info surat kabar saja, akibatnya bisa jadi data yang diterima tidak standard. Dalam hal ini penting adanya kriteria khusus untuk memisahkan berbagai macam kejadian seperti ini dengan definisi yang standard.
Untuk menangani beberapa permasalahan di atas, informasi mentah tentang kekerasan dari masing-masing surat kabar, kami mengunakan satu unit yang standard yaitu ‘insiden’ kekerasan. Dengan mengunakan definisi insiden yang standar, kejadian kekerasan bisa dibandingkan lintas waktu dan lintas wilayah.
Definisi ‘Insiden’
Dua atau lebih dari dua peristiwa terpisah dapat dihitung sebagai satu ‘insiden kekerasan’, selama perisitwa itu memenuhi seluruh dari tiga syarat berikut ini:
-
Syarat waktu:
Kedua peristiwa itu harus terjadi pada tanggal yang sama. Jika kedua peristiwa saling terkait, namun terjadi pada tanggal yang berbeda, maka dimasukkan sebagai dua insiden yang berbeda. Contoh: jika dua desa bentrok menyangkut batas tanah pada dua hari yang berbeda, akan dimasukkan sebagai dua insiden. Namun, apabila keduanya berkelahi dua kali pada hari yang sama, akan dimasukkan sebagai satu insiden.
-
Syarat konteks:
Masalah yang diperselisihkan oleh kedua belah pihak harus sama. Jika sekelompok orang yang sama berdemonstrasi dua kali di kantor DPRD yang sama, tetapi kelompok tersebut berdemonstrasi mengenai isu yang berbeda misalnya, pagi demonstrasi tentang RUU Anti Pornografi, kemudian sore demonstrasi tentang izin minyak kelapa sawit, maka peristiwa itu adalah dua insiden yang berbeda. Namun, jika dua kelompok yang berbeda melakukan demonstrasi dengan isu yang sama, tetapi dalam pendapat yang berbeda/pro-kontra maka, hal tersebut adalah satu insiden yang sama.
-
Syarat orang yang terlibat:
Setidaknya salah satu pihak dari aktor dalam kedua peristiwa harus merupakan aktor yang sama, di mana ‘aktor’ mengacu pada individu-individu tertentu, bukan dari afiliasi kelompok atau organisasi. Laporan surat kabar mungkin mengatakan bahwa aktor dalam kedua peristiwa adalah kelompok atau organisasi. Namun, untuk dapat menyebut kedua peristiwa itu sebagai satu insiden, perlu diketahui apakah orang yang terlibat dalam kedua peristiwa tersebut adalah orang yang sama. Sebagai contoh: Jika orang lain dari desa tertentu bentrok dengan sejumlah orang, dua kali dalam sehari dengan korban yang berbeda pada kedua peristiwa itu, menyangkut isu yang sama, maka peristiwa itu adalah satu insiden. Jika kelompok ormas tertentu menggelar long march untuk berdemonstrasi di depan gedung DPR pada pagi hari, kemudian mereka merusak gedung lembaga pemerintah di lokasi lain pada sore hari, peristiwa itu bisa merupakan insiden yang sama jika melibatkan isu yang sama.
Hasil dari proses Pengumpulan Data
Menurut SNPK, insiden didefinisikan sebagai peristiwa kekerasan yang terjadi pada tanggal yang sama, melibatkan orang yang sama dan menggenai isu yang sama. Kerena pemberitaan kejadian kekerasan oleh masing-masing surat kabar bisa sangat berbeda, maka informasi mentah dari masing-masing sumber perlu dikelola untuk dibuat unit yang standar yaitu ‘insiden’ kekerasan. Pembentukan ‘insiden’ kekerasan tersebut dilakukan dangan beberapa tahap oleh tim analis data:
-
Memisahkan dua insiden jika dilaporkan oleh berita surat kabar yang sama, supaya dua insiden yang berbeda tidak dihitung sebagai satu insiden (menghindari penggabungan insiden).
-
Menggabungkan berita utama dan berita susulan mengenai satu insiden dari surat kabar yang sama (melengkapi informasi tentang insiden tertentu).
-
Menggabungkan berita utama serta berita susulan lintas surat kabar di dalam satu provinsi sasaran (menghindari double-counting).
Proses pembentukan ‘insiden’ kekerasan digambarkan di bawah ini. Terlihat bagaimana informasi dari surat kabar dipisahkan dan digabungkan untuk mendapat 4 insiden kekerasan yang berbeda.

Hasil dari Proses Pembentukkan "Insiden" Kekerasan
Proses pembentukan insiden kekerasan seperti yang telah dijelaskan diatas, dilakukan secara digital. Jika ada kliping berita yang melaporkan dua insiden yang berbeda maka akan diduplikasi dua kali di dalam folder yang berbeda. Jika ada dua kliping berita yang melaporkan insiden kekerasan yang sama, maka kliping-kliping tersebut digabung dalam folder yang sama. Hasil dari proses digital tersebut adalah folder digital yang berisi semua kliping berita, baik berita utama maupun berita susulan dari semua surat kabar tentang satu insiden saja.
Koding dan Penyusunan Database
Seperti dijelaskan pada bagian Pengelolahan Artikel Terpilih untuk Membentuk “Insiden Kekekerasan”, informasi mentah dari beberapa surat kabar mengenai kejadian kekerasan di setiap provinsi sasaran dikelola untuk membentuk ‘insiden’ kekerasan. ‘Insiden’ kekerasan tersebut merupakan folder di mana semua berita utama dan berita susulan dari semua surat kabar telah digabung supaya:
-
Tidak ada double counting (artinya satu insiden hanya dihitung satu kali)
-
Informasi lengkap mengenai satu insiden dari berbagai surat kabar ada di dalam satu folder.
Informasi yang berada di dalam setiap folder masih berupa teks dari artikel kliping dari beberapa surat kabar. Walaupun informasi yang berada di dalam folder-folder tesebut sangat kaya, tetapi informasi ini belum bisa digunakan untuk melakukan analisis karena jumlah folder dari semua insiden kejadian sangat banyak. Dalam penyusuan database SNPK, tim analisis data mengeloha ratusan folder ‘insiden’ kekerasan setiap hari dari setiap provinsi sasaran. Total jumlah insiden kekerasan yang pernah dikelola oleh tim analis data mencapai lebih dari 120,000.
Untuk menganalisis data tersebut dalam bentuk teks, misalnya untuk melacak kenaikan atau penurunan jumlah korban menurut tahun atau membandingkan kekerasan di satu wilayah dengan wilayah lainnya, tentu kita perlu baca semua 120,000 insiden satu per satu dan itu pekerjaan yang luar biasa sulit dan tidak realistik. Tetapi dengan proses koding atau penerjemahan informasi kualitatif ke dalam ketegori-kategori tertentu dan angka-angka., proses analisa tersebut bisa dipermudahkan bagi pengguna. Akan tetapi, agar hasilnya akurat, proses koding harus dilakukan dengan cara yang standard dan harus mengunakan prinsip-prinsip koding yang digunakan secara identik pada setiap insiden kekerasan. Dengan alasan ini, SNPK membangun sistem koding yang standard dengan beberapa tujuan:
-
Merekam informasi objektif mengenai masing-masing insiden kekerasan seperti tanggal, lokasi, dan dampak terhadap manusia dan bangunan.
-
Merekam informasi subjektif mengenai masing-masing insiden kejadian kekerasan melalui beberapa kategori penting misalnya, jenis kekerasan, pemicunya, afiliasi aktor-aktor yang terlibat dan upaya-upaya penghentian/intervensi kekerasan jika ada.
-
Mencatat semua informasi dalam bentuk tabel yang dengan mudah bisa dianalisa.
-
Proses koding tersebut cukup rumit karena dinamika kekerasan di setiap insiden sangat berbeda dan proses koding dilakukan atas ratusan ribu insiden kekerasan. Oleh karenaitu, sistem koding SNPK menggunakan berbagai alat seperti coding key, coding template dan buku panduan yang standar agar hasil koding atas semua insiden dilakukan dengan akurat.
Langkah Langkah Melakukan Koding
Informasi yang akan dikoding merupakan folder ‘insiden’ kekerasan yang berisi semua berita mengenai insiden tertentu dari berbagai surat kabar. Setiap staf pengolah data menerima sejumlah folder insiden tersebut dan mulai proses seperti di bawah ini.
Sebelum melakukan langkah koding, penting untuk membaca secara cermat semua berita yang ada di dalam folder insiden guna memahami insiden tersebut dan menjadi lebih mengenal seluruh detail paparan yang terdapat di dalam artikel-artikel berita. Hal ini penting, karena artikel-artikel berita sering mengulang sebagian informasi tentang insiden yang sama, bisa saja ada perbedaan fakta atau penafsiran antarartikel dari beberapa surat kabar. Setelah membaca seluruh isi berita dalam satu folder insiden kekerasan dan sebelum melakukan koding, setiap staf pengolahan data memverifikasi ulang beberapa hal pokok yaitu:
-
Memastikan setiap insiden kekerasan memenuhi definisi kekerasan dan definisi insiden menurut SNPK. Jika tidak, maka folder tersebut dikembalikan ke petugas kendali mutu untuk diperbaiki.
-
Memastikan bahwa semua isi berita bisa dibaca dengan jelas. Jika tidak, maka folder tersebut dikembalikan ke petugas kendali mutu untuk diperbaiki.
-
Memastikan setiap informasi tentang insiden kekerasan di dalam folder insiden cukup jelas untuk dikoding. Jika tidak, maka folder tersebut dikembalikan ke petugas kendali mutu untuk melakukan verifikasi ke tim lapangan atau cross-check dengan sumber lainnya.
Setelah proses pembacaan dan verifikasi sudah selasai, anggota tim pengolah data mengisi satu template koding tentang setiap insiden kekerasan secara digital dengan kategori dan kode menurut definisi kekerasanSNPK, sebagaimana yang diuraikan dibawah ini.

MENGISI LOKASI INSIDEN
Lokasi insiden, adalah lokasi di mana insiden yang dilaporkan itu terjadi, meliputi Provinsi dan Kabupaten atau Kota mengunakan kode lokasi BPS. Supaya data yang dikumpulkan secara standar, lokasi Provinsi dan Kabupaten dicatat menurut pemekaran daerah pada tahun 2008. Lokasi kecamatan dan desa insiden kekerasan juga direkam jika disebutkan pada berita-berita dari surat kabar. Meski demikian, lokasi kecamatan dan desa dicatat seperti apa adanya dan belum disesuaikan dengan hasil proses pemekaran yang berjalan terus-menerus.
MENGISI TANGGAL INSIDEN
Tanggal Insiden adalah tanggal terjadinya insiden bukan tanggal terbit berita dari surat kabar. Misalnya, jika sebuah surat kabar yang terbit pada 29/03/1998 menyebut bahwa sebuah insiden terjadi ‘tadi malam’, maka tanggal insiden itu berarti 28/03/1998. Pada kebanyakan file insiden yang dikumpulkan, tanggal kejadian kekerasan sangat jelas. Tetapi ada juga beberapa kasus di mana tanggal insiden harus diperkirakan karena tidak dicantumkan dengan jelas atau tanggal persisnya tidak diketahui. Dalam kasus kasus seperti ini, beberapa prinsip estimasi tanggal digunakan.
MENGISI INFORMASI SUMBER
Informasi nama sumber baik media maupun non-media dan tanggal terbit direkam untuk setiap insiden kekerasan. Jika lebih dari satu surat kabar melaporkan insiden yang sama, maka semua sumber dan tanggal terbit akan dicatat pada database.
MENGELOMPOKKAN JENIS KEKERASAN
Insiden kekerasan yang dikumpulkan dalam SNPK diklasifikasikan menurut 4 kategori untuk mempermudah analisis. Suatu insiden hanya dapat diklasifikasikan dalam satu jenis dari 4 jenis kategori.
-
Konflik (Kekerasan)
Konflik memiliki pemaknaan yang luas dan dapat mencakup berbagai pertentangan. Pemahaman bagi seluruh pengguna data akan sangat beragam dalam memaknai definisi konflik. Namun, dalam konteks database SNPK pendekatan konflik adalah berdasarkan definisi Coser (1956). Berdasarkan definisi tersebut, konflik dengan kekerasan adalah peristiwa-peristiwa di mana tindakan kekerasan dilakukan karena adanya sengketa yang melatarbelakangi atau diperselisihkan dan pihak tertentu yang menjadi sasaran. Definisi konflik kekerasan tersebut mencakup insiden-insiden berskala kecil yang hanya melibatkan beberapa individu dan/atau insiden besar antarkelompok.
Sebagaimana yang diketahui sebab dibalik suatu insiden kekerasan bisa saja rumit dan melibatkan faktor sosial, psikologis, dan struktural. Karena tujuan database SNPK adalah menyediakan data secara cepat dan ringkas, maka database tidak dapat mendalami hal-hal tersebut. Akan tetapi, informasi tentang pemicu konflik (proximate trigger) bisa dianalisis melalui variabel-variabel yang ada di daftar Tipe Konflik yang mengelompokkan konflik ke dalam lima kategori dan beberapa sub-kategori.
-
Kriminalitas (Kekerasan)
Menurut sistem SNPK, kriminalitas kekerasan adalah tindakan kekerasan yang terjadi tanpa adanya sengketa yang diperselisihkan sebelumnya antara dua pihak. Motivasi dibalik suatu tindakan kriminalitas kekerasan bisa saja uang, misalnya, perampokan atau penculikan atau kesenangan pribadi, misalnya, pemerkosaan atau pembunuhan berantai. Sedangkan kekerasan dalam konteks konflik dilakukan karena ada sengketa antara dua pihak, misalnya, sengketa tanah, jabatan, agama atau lainya. Oleh karena itu, dalam sistem SNPK, suatu tindakan pembunuhan bisa saja dikoding sebagai ‘Konflik’ jika ada sengketa di baliknya,misalnya pembunuhan terhadap tokoh kelompok tertentu oleh kelompok lain atau dikoding sebagai ‘Kriminalitas’ jika tidak ada sengketa antar kedua pihak,misalnya, pembunuhan berantai.
-
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan seluruh tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga lainnya, di mana anggota keluarga tersebut tinggal satu atap/ satu rumah, termasuk di dalamnya kekerasan yang dilakukan anggota keluarga terhadap pembantu rumah tangga dan kekerasan yang terjadi antara pasangan kekasih yang sudah tinggal satu rumah. Pada kasus di mana seorang paman memukuli keponakannya dan si keponakan tersebut tinggal bersama pamannya, maka insiden tersebut digolongkan ke dalam KDRT, tetapi jika mereka tidak tinggal dalam satu rumah maka insiden tersebut dapat digolongkan sebagai jenis kekerasan lainnya.
Untuk kasus – kasus di mana orang tua yang tidak mengirim anaknya ke sekolah, tidak memberikan perhatian pada anaknya atau membiarkan anaknya mencari nafkah, tidak masuk kategori kekerasan dalam rumah tangga karena pada kasus-kasus tersebut tidak ada unsur kekerasan sesuai definisi kekerasan SNPK.
-
Kekerasan dalam Penagakan Hukum
Kekerasan dalam Penagakan Hukum merupakan seluruh tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat formal yaitu Polisi, TNI, dan Brimob dalam mejalankan tugasnya, seperti penembakan yang dilakukan saat mengejar/menangkap/menginterogasi tersangka pelaku kejahatan. Ada beberapa hal yang penting diketahui mengenai jenis kekerasan ini:
-
Jika aparat keamanan bertindak untuk dan atas nama lembaga pemerintah yang lain dalam konteks konflik dan terjadi kekerasan, maka insiden tersebut akan dikoding sebagai ‘konflik’ bukan sebagai kekerasan dalam penagakan hukum.
-
Jenis kekerasan ini hanya mencatat insiden di mana aparat formal bukan aparat informal seperti hansip atau satpam bertindak dalam tugas. Ketika kekerasan dilakukan oleh anggota aparat keamanan dalam kapasitas pribadi maka insiden tersebut tidak masuk dalam jenis kekerasan ini.
-
Sistem SNPK tidak dapat membedakan tindakan kekerasan oleh aparat dalam pelaksanan tugas yang sesuai dengan kewenangan dan yang tidak melebihi kewenangan.
-
MENGISI INFORMASI BENTUK KEKERASAN
Dinamika masing masing insiden kekerasan bisa berbeda. Kekerasan yang melibatkan massa, misalnya, bentrokan, kerusuhan atau pengeroyokan sangat berbeda dengan kekerasan yang melibatkan hanya individu atau beberapa individu, misalnya penganiayaan, perkelahian atau penculikan. Bentuk yang lainnya adalah kekerasan yang berbentuk teror dengan mengunakan bom atau bahan peledak lainnya. Agar perbedaan bentuk kekerasan tersebut bisa dianalisis, di dalam sistem SNPK bentuk setiap insiden kekerasan dicatat berdasarkan daftar bentuk kekerasan.
MENGISI INFORMASI AKTOR
Aktor adalah individu atau kelompok yang terlibat dalam insiden kekerasan, bukan hanya pelaku tetapi jugakorban/sasaran. Dalam setiap insiden kekerasan tentu ada dua pihak dan afiliasi aktor yang terlibat,dari kedua belah pihak yakni Pihak 1 dan Pihak 2 akan dicatat. Database SNPK mencatat dua jenis informasi tentang aktor yang terlibat di kedua pihak tersebut:
-
Afiliasi Aktor (Pihak 1 dan Pihak 2)
Afiliasi aktor adalah identitas umum aktor berdasarkan perannya dalam insiden. Setiap individu bisa memiliki lebih dari satu identitas atau afiliasi: seseorang berafiliasi pada sebuah serikat buruh dan bisa juga berafiliasi pada partai politik tertentu, berasal dari suku tertentu, dan memeluk agama tertentu. Tetapi, dalam insiden yang dikoding akan dipakai afiliasi yang sesuai dengan kapasitasnya dalam insiden. Misalnya, jika insiden tersebut berkaitan dengan demonstrasi buruh maka kita memakai afiliasinya pada serikat buruh.
Supaya informasi tentang afiliasi aktor bisa direkam dengan cara yang standar, sistem SNPK mengunakan daftar afiliasi aktor dimana ada kategori kategori aktor dalam insiden kekerasan.
-
Jumlah Aktor (Pihak 1 dan Pihak 2)
Jumlah aktor adalah perhitungan orang yang terlibat di kedua belah pihak dalam suatu insiden. Dalam mengisi jumlah aktor semua aktor yang terlibat dihitung, bukan hanya orang yang melakukan tindak kekerasan atau orang yang menjadi sasaran. Misalnya, 15 orang pemuda dari desa A terlibat tawuran dan dua orang diantaranya melakukan pembunuhan. Dalam hal ini, yang dicatat tidak hanya dua orang yang melakukan pembunuhan tetapi mencatat 15 orang yang terlibat tawuran.
Sering sekali jumlah orang yang terlibat dalam insiden kekerasan tidak dilaporkan dalam bentuk angkaoleh surat kabar. Misalnya, surat kabar sering melaporkan jumlah melalui kata-kata seperti beberapa pemuda, puluhan mahasiswa, ratusan warga, dan seterusnya. Untuk menerjemahkan kata-kata tersebut ke dalam angka yang bisa dicatat di database SNPK, ada beberapa prinsip estimasi jumlah aktor yang digunakanoleh tim pengolah data.
-
Menentukan Pihak pertama dan Pihak kedua
Kalau bentuk kekerasan merupakan kekerasan satu arah, misalnya, penganiayaan, pengeroyokan, kerusuhan, dan lainnya maka ada satu pihak yang melakukan kekerasan dan satu pihak yang menjadi korban. Pada insiden tunggal satu arah ini, penulisan aktor di pihak pertama dan pihak kedua harussesuai dengan prinsip bahwa pihak pertama melakukan sesuatu dan pihak kedua menderita sesuatu. Akan tetapi, jika bentuk kekerasan merupakan kekerasan dua arah, misalnya, bentrokan atau perkelahian berarti kedua pihak bisa menjadi pelaku dan keduanya mungkin menjadi korban juga. Untuk menentukan aktor pihak pertama dan pihak kedua maka kronologi insiden digunakan, misalnya, pihak yang menyerang lebih dulu dimasukkan sebagai aktor pihak pertama dan pihak yang menanggapi serangan dimasukkan sebagai aktor pihak kedua. Setiap pihak pada aktor dalam insiden dapat melibatkan lebih dari satu aktor. Pada sistem SNPK hanya tersedia satu ruang untuk masing-masing pihak. Jika ada lebih dari satu aktor pada setiap pihak maka informasi tersebut ditulis dalam ringkasan insiden.
MENGISI INFORMASI INTERVENSI
Intervensi adalah tindakan yang dilakukan oleh pihak ketiga untuk menghentikan kekerasan dalam satu insiden. Misalnya, jika ada kerusuhan antar-penduduk kampung, dan polisi datang ke tempat kejadian, membubarkan kerusuhan dan menangkap beberapa orang, ini adalah sebuah intervensi. Di sini insidennya adalah kerusuhan dan intervensi dilakukan oleh polisi. Dalam sistem SNPK informasi tentang sebanyak dua upaya intervensi (penghentian kekerasan) bisa direkam. Informasi tersebut merupakan:
-
Pengintervensi:
Adalah afiliasi pihak (orang atau kelompok) yang berupaya untuk menghentikan kekerasan dalam satu insiden. Supaya informasi tentang afiliasi pengintervensi bisa dicatat dengan cara yang standar, sistem SNPK mengunakan daftar pengintervensi di mana terdapat kategori-kategori orang yang melakukan intervensi.
-
Hasil Intervensi:
Penting untuk diketahui bahwa sering ada upaya mediasi yang dilakukan oleh pihak polisi, toko sipil ataupun pemerintah setelah terjadi kekerasan. Kini, upaya upaya tersebut tidak dapat dicatat dalam sistem SNPK.
MENGISI INFORMASI SENJATA
Untuk setiap insiden kekerasan, di dalam sistem SNPK hanya sebanyak dua jenis senjata yang dapat dicatat.Jenis senjata tersebut dipilih dari daftar senjata dan hanya direkam kalau digunakan untuk melakukan kekerasan.
MENGISI JUMLAH DAMPAK KEKERASAN
Dampak kekerasan yang direkam dalam database SNPK adalah dampak fisik yang terjadi akibat dari insiden kekerasan. Dampak yang direkam merupakan beberapa jenis dampak terhadap manusia dan harta benda:
Dampak | Deskripsi | Informasi yang direkam |
---|---|---|
Tewas | Jumlah orang yang meninggal dunia akibat dari kekerasan. | Jumlah korban tewas dari setiap insiden dan jumlah perempuan di antaranya jika dilaporkan. |
Cedera | Jumlah orang yang kena luka fisik akibat kekerasan yang menyebabkan babak belur, pingsan, patah tulang atau memerlukan perawatan di rumah sakit. | Jumlah korban cedera dari setiap insiden dan jumlah perempuan di antaranya jika dilaporkan. |
Diperkosa | Jumlah orang (termasuk perempuan, laki-laki dan anak) yang diperkosa/dicabuli dalam satu insiden. | Jumlah korban pemerkosaan dari setiap insiden dan jumlah perempuan di antaranya jika dilaporkan. |
Diculik | Jumlah orang yang diculik atau disandera dengan paksa. | Jumlah korban penculikan dari setiap insiden dan jumlah perempuan di antaranya jika dilaporkan. |
Bangunan Rusak | Jumlah bangunan yang rusak akibat kekerasan dalam bentuk kebakaran, perusakkan berat, pecah kaca dan rusak pintu. | Jumlah bangunan dari setiap insiden kekerasan dan jumlah bangunan yang hancur (tidak bisa digunakan lagi) di antaranya. |
Biasanya, dampak fisik disebutkan dengan jelas oleh berita-berita yang melaporkan insiden kekerasan. Akan tetepi, kadang-kadang ada perbedaan antar surat kabar atau ketidakjelasan dari berita-berita tesebut. Dalam kasus-kasus seperti ini, beberapa prinsip estimasi dampak digunakan secara standard oleh tim pengolahan data.
MENULIS RINGKASAN INSIDEN
Setiap insiden kekerasan yang dikoding dalam database SNPK, terdapat narasi singkat tentang insiden dan fakta yang ditulis dalam bentuk teks. Hal ini dilakukan agar penguna dapat memahami konteks insiden dari ringkasan tersebut termasuk rincian tertentu. Misalnya, rentetan peristiwa, lokasi secara spesifik, nama lembaga atau organisasi, dan lainnya.